Minggu, 21 November 2010

Kesalahan Dalam Berbahasa Indonesia

Exist, kata ini sering digunakan oleh masyarakat indonesia. mulai dari anak kecil hingga orang dewasa. Sebenarnya kata "Exist" ini bukan asli bahasa Indonesia, melainkan bahasa asing yang biasa digunakan untuk menjelaskan keadaan sesuatu tentang keberadaan benda hidup atau benda mati.

Existing atau Exist artinya adalah kebenaran tentang keberadaannya secara fisik. Jadi, orang - orang yang berkata Exist bermaksud menunjukan dirinya kepada orang - orang lain bahwa dirinya ada. Bisa juga ingin menunjukan bahwa dirinya ada disetiap kesempatan atau moment yang penting. Contohnya iklan provider seluler yang modelnya selalu ada jika ada orang yang ingin berfoto, tanpa ijin dia langsung bergabung untuk foto tersebut.

Jadi, Exist adalah kesalahan berbahasa indonesia yang kini menjadi bahasa umum yang sering digunakan masyarakat indonesia. Menurut saya tidaklah salah jika kita menggunakan bahasa asing untuk percakapan kita, tetapi kita jangan sampai melupakan bahasa negara kita sendiri yaitu Bahasa Indonesia. Tetap junjung seluruh nilai dan kebudayaan Indonesia yang baik. Hormat saya Deny Riyadi.

Label: , , ,

Hukum Memanjangkan Jenggot

Hukum memanjangkan jenggot adl wajib dan haram mencukur sebagaimana dipahami dari dalil yg banyak. Al-Imam Al-Albani rahimahullahu menerangkan sisi pendalilan wajib memanjangkan jenggot ini antara lain:
1. Ada perintah dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam utk memanjangkan dan membiarkan apa adanya. Sementara hukum asal dari perintah beliau adl wajib berdasarkan ayat:
فَلْيَحْذَرِ الَّذِيْنَ يُخَالِفُوْنَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيْبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيْبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيْمٌ
“Hendaklah berhati-hati orang2 yg menyelisihi perintah beliau dari tertimpa fitnah atau mereka ditimpa azab yg pedih.”
2. Haram laki2 menyerupai dgn wanita sebagaimana tersebut dlm hadits:
لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمتُشَبِّهِيْنَ مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki2 yg menyerupai wanita dan melaknat wanita yg menyerupai laki-laki.”
Sementara bila seorang lelaki mencukur jenggot berarti ia menyerupai wanita dlm penampilan dzahirnya. Dengan begitu berarti haram mencukur jenggot dan wajib memeliharanya.
3. Allah Subhanahu wa Ta’ala melaknat an-namishat yaitu wanita yg mencabut/mencukur rambut alis dgn tujuan utk berhias seperti dlm hadits dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu secara marfu’:
لَعَنَ اللهُ الْوَاشِمَاتِ وَالْمُسْتَوْشِمَاتِ وَالنَّامِصَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللهِ
“Allah melaknat wanita yg mentato dan minta ditato wanita yg mencabut rambut alis dan wanita yg minta dicabut wanita yg mengikir gigi utk keindahan yg mengubah ciptaan Allah.”
Sementara orang yg mencukur jenggot bertujuan ingin tampil bagus menurut anggapannya. Padahal dgn berbuat demikian ia telah mengubah ciptaan Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga ia termasuk dlm hukum an-namishat tdk ada beda kecuali hanya dlm lafadz/sebutan.
4. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan memanjangkan jenggot ini termasuk perkara fithrah sebagaimana menggunting kuku mencukur rambut kemaluan dan selainnya.
Perintah memanjangkan jenggot ini tentu dikhususkan bagi lelaki krn bila ada seorang wanita tumbuh rambut pada dagu mk disenangi bagi utk mencukur kata Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu.

Label: ,

Hukum Memotong Kumis

Kumis adl rambut yg tumbuh di atas bibir bagian atas. Telah datang perintah dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam utk memotong kumis dan tdk membiarkan terus tumbuh hingga menutupi kedua bibir. Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma menyampaikan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
أَحْفُوا الشَّوَارِبَ وَأَعْفُوا اللِّحَى
“Potonglah kumis dan biarkanlah jenggot .”
Memotong kumis dan memanjangkan jenggot –atau membiarkan tumbuh apa adanya– merupakan amalan yg dilakukan utk menyelisihi orang2 musyrikin dan Majusi . Karena kebiasaan mereka adl membiarkan kumis tumbuh hingga menutupi bibir sementara jenggot mereka cukur. Perintah menyelisihi mereka ini dinyatakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
خَالِفُوا الْمُشْرِكِيْنَ، أَحْفُوا الشَّوَارِبَ وَأَوْفُوا اللِّحَى
“Selisihilah orang2 musyrikin potonglah kumis dan biarkanlah jenggot .”
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
جُزُّو الشَّوَارِبَ وَأَرْخُوا اللِّحَى، خَالِفُوا الْمَجُوْسَ
“Potonglah kumis dan biarkanlah jenggot selisihilah orang2 Majusi.”
Dengan demikian dlm masalah memotong kumis dan memanjangkan jenggot ini ada dua tujuan:
1. Menyelisihi kebiasaan orang ‘ajam dlm hal ini orang2 Majusi/Persia ataupun musyrikin.
2. Menjaga kebersihan daerah bibir dan sekitar yg merupakan tempat masuk makanan dan minuman. Al-Imam Ath-Thahawi rahimahullahu menyatakan “Memotong kumis dilakukan dgn mengambil/memotong kumis yg panjang melebihi bibir sehingga tdk mengganggu ketika makan dan tdk terkumpul kotoran di dalamnya.”
Batasan kumis yg dipotong adl dipotong sampai tampak ujung bibir bukan menipiskan dari akarnya. Sementara hadits yg menyebutkan: أَحْفُوا الشَّوَارِبَ yg dimaukan adl memotong bagian kumis yg panjang hingga tdk menutupi kedua bibir.
Memang dlm masalah ini ada perbedaan pendapat. Mayoritas ulama Salaf berpendapat kumis itu dicukur sampai habis sama sekali berdalil dgn dzahir hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
أَحْفُوا وَانْهَكُوا
“Potonglah kumis dan habiskanlah.”
Ini merupakan pendapat orang2 Kufah.
Namun kebanyakan mereka berpendapat dilarang mencukur kumis dan menghabiskan sama sekali demikian pendapat yg kedua. Pendapat yg kedua ini dipegangi Al-Imam Malik rahimahullahu. Bahkan beliau memandang mencukur kumis sampai habis adl perbuatan mencincang dan beliau memerintahkan agar pelaku diberi ganjaran sebagai pelajaran. Dengan demikian menurut pendapat yg kedua ini kumis tdk dihabiskan sama sekali tapi diambil/dipotong sesuai dgn kadar yg dengan akan tampak ujung bibir .
Sebagian ulama seperti Ath-Thabari punya pendapat lain. Beliau menganggap kedua-dua boleh sehingga seseorang boleh memilih apakah ia ingin mencukur habis kumis atau membiarkan namun tdk sampai menutupi bibir . Beliau berkata “As-Sunnah menunjukkan bahwa kedua perkara tersebut dibolehkan dan tdk saling bertentangan. Karena lafadz القَصُّ1 menunjukkan mengambil sebagian sedangkan lafadz اْلإِحْفَاء2 menunjukkan mengambil seluruhnya. Berarti kedua tsabit sehingga seseorang diberi pilihan utk melakukan apa yg diinginkannya.”
Ibnu ‘Abdil Bar rahimahullahu berkata “اْلإِخْفَاءُ bisa dimungkinkan makna mengambil keseluruhan. Namun القَصُّ mufassar yakni menerangkan/menjelaskan apa yg dimaukan. Dan apa yg menerangkan/menjelaskan lbh dikedepankan dari yg global.”

Sumber : http://blog.re.or.id

Label: ,

Hukum Memotong Kuku

Hukum sunnah tdk wajib. Dan yg dihilangkan adl kuku yg tumbuh melebihi ujung jari krn kotoran dapat tersimpan/tersembunyi di bawah dan juga dapat menghalangi sampai air wudhu. Disenangi utk melakukan dari kuku jari jemari kedua tangan baru kemudian kuku pada jari-jemari kedua kaki. Tidak ada dalil yg shahih yg dapat menjadi sandaran dlm penetapan kuku jari mana yg terlebih dahulu dipotong. Ibnu Daqiqil Ied rahimahullahu berkata “Orang yg mengatakan sunnah mendahulukan jari tangan daripada jari kaki ketika memotong kuku perlu mendatangkan dalil krn kemutlakan dalil anjuran memotong menolak hal tersebut.” Namun mendahulukan bagian yg kanan dari jemari tangan dan kaki ada asal yaitu hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha yg menyatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyenangi memulai dari bagian kanan.
Tidak ada dalil yg shahih tentang penentuan hari tertentu utk memotong kuku seperti hadits:
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَحِبُّ أَنْ يَأْخُذَ مِنْ أَظْفَارِهِ وَشَارِبِهِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyenangi memotong kuku dan kumis pada hari Jum’at.”
Hadits ini merupakan salah satu riwayat mursal dari Abu Ja’far Al-Baqir sementara hadits mursal termasuk hadits dhaif. Wallahu a’lamu bish-shawab.
Dengan demikian memotong kuku dapat dilakukan kapan saja sesuai kebutuhan. Al-Hafizh rahimahullahu menyatakan melakukan pada tiap hari Jum’at tidaklah terlarang krn bersungguh-sungguh membersihkan diri pada hari tersebut merupakan perkara yg disyariatkan.
Akan tetapi kuku-kuku tersebut jangan dibiarkan tumbuh lbh dari 40 hari krn hal itu dilarang sebagaimana dlm hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu dia berkata:
وُقِّتَ لَنَا فِي قَصِّ الشَّارِبِ وَتَقْلِيْمِ اْلأَظْفَارِ وَنَتْفِ اْلإِبْطِ وَحَلْقِ الْعَانَةِ أَنْ لاَ نَتْرُكَ أَكْثَرَ مِنْ أَرْبَعِيْنَ لَيْلَةً
“Ditetapkan waktu bagi kami dlm memotong kumis menggunting kuku mencabut rambut ketiak dan mencukur rambut kemaluan agar kami tdk membiarkan lbh dari empat puluh malam.”
Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullahu berkata: “Pendapat yg terpilih adl ditetapkan waktu 40 hari sebagaimana waktu yg ditetapkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga tdk boleh dilampaui. Dan tidaklah teranggap menyelisihi sunnah bagiorang yg membiarkan kuku/rambut ketiak dan kemaluan panjang sampai akhir dari waktu yg ditetapkan.”
Adapun Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu mengatakan “Makna hadits di atas adl tdk boleh meninggalkan perbuatan yg disebutkan melebihi 40 hari. Bukan maksud Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menetapkan waktu utk mereka agar membiarkan kuku rambut ketiak dan rambut kemaluan tumbuh selama 40 hari.”
Dalam memotong kuku boleh meminta orang lain utk melakukan krn hal ini tidaklah melanggar kehormatan diri. Terlebih lagi bila seseorang tdk bisa memotong kuku kanan dgn baik krn kebanyakanorang tdk dapat menggunakan tangan kiri dgn baik utk memotong kuku sehingga lbh utama bagi meminta orang lain melakukan agar tdk melukai dan menyakiti tangannya.

Faidah
Apakah bekas potongan kuku itu dibuang begitu saja atau dipendam?
Al-Hafizh rahimahullahu menyatakan bahwa Al-Imam Ahmad rahimahullahu pernah dita tentang hal ini “Seseorang memotong rambut dan kuku-kuku apakah rambut dan kuku-kuku tersebut dipendam atau dibuang begitu saja?” Beliau menjawab “Dipendam.” Ditanyakan lagi “Apakah sampai kepadamu dalil tentang hal ini?” Al-Imam Ahmad rahimahullahu menjawab “Ibnu ‘Umar memendamnya.”
Dalam hadits yg diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dari hadits Wa`il bin Hujr disebutkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan utk memendam rambut dan kuku-kuku. Alasan kata Al-Imam Ahmad rahimahullahu “Agar tdk menjadi permainan tukang sihir dari kalangan anak Adam .” Al-Hafizh rahimahullahu juga berkata “orang2 yg berada dlm madzhab kami menyenangi memendam rambut dan kuku krn rambut dan kuku tersebut merupakan bagian dari manusia. Wallahu a’lam.”

Sumber : http://blog.re.or.id

Label: ,

Hukum Mencukur Rambut Ketiak

Mencabut rambut ketiak disepakati hukum sunnah dan disenangi memulai dari ketiak yg kanan dan bisa dilakukan sendiri atau meminta kepadaorang lain utk melakukannya. Afdhal- rambut ini dicabut tentu bagi yg kuat menanggung rasa sakit. Namun bila terpaksa mencukur atau menghilangkan dgn obat perontok mk tujuan sudah terpenuhi. Ibnu Abi Hatim dlm buku Manaqib Asy-Syafi’i meriwayatkan dari Yunus bin ‘Abdil A’la ia berkata “Aku masuk menemui Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullahu dan ketika itu ada seseorang yg sedang mencukur rambut ketiaknya. Beliau berkata ‘Aku tahu bahwa yg sunnah adl mencabut akan tetapi aku tdk kuat menanggung rasa sakitnya’.”
Harb berkata “Aku katakan kepada Ishaq: ‘Mencabut rambut ketiak lbh engkau sukai ataukah menghilangkan dgn obat perontok?’ Ishaq menjawab ‘Mencabut bila memang seseorang mampu’.”

Sumber : http://blog.re.or.id

Label: ,

Istihdad atau Mencukur Rambut Kemaluan

Istihdad adl mencukur rambut kemaluan. Perbuatan ini diistilahkan istihdad krn mencukur dgn menggunakan hadid yaitu pisau cukur.
Dalam hadits Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma yg diriwayatkan Al-Imam Al-Bukhari hadits ‘Aisyah dan hadits Anas yg diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim istihdad ini disebutkan dgn lafadz: حَلْقُ الْعَانَةِ . Pengertian ‘anah adl rambut yg tumbuh di atas kemaluan dan sekitarnya.
Istihdad hukum sunnah. Tujuan adl utk kebersihan. Dan istihdad ini juga disyariatkan bagi wanita sebagaimana ditunjukkan dlm hadits:
أَمْهِلُوْا حَتَّى تَدْخُلُوا لَيْلاً – أَيْ عِشَاءً – لِكَيْ تَمْتَشِطَ الشَّعِثَةُ وَتَسْتَحِدَّ الْمُغِيْبَةُ
“Pelan-pelanlah jangan tergesa-gesa hingga kalian masuk di waktu malam –yakni waktu Isya’– agar para istri yg ditinggalkan sempat menyisir rambut yg acak-acakan/kusut dan sempat beristihdad .”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma:
إِذَا دَخَلْتَ لَيْلاً فَلاَ تَدْخُلْ عَلَى أَهْلِكَ حَتَّى تَسْتَحِدَّ الْمُغِيْبَةُ وتَمْتَشِطَ الشَّعِثَةُ
“Apabila engkau telah masuk ke negerimu mk janganlah engkau masuk menemui istrimu hingga ia sempat beristihdad dan menyisir rambut yg acak-acakan/kusut.”
Yang utama rambut kemaluan tersebut dicukur sampai habis tanpa menyisakannya. Dan dibolehkan menggunting dgn alat gunting dicabut atau bisa juga dihilangkan dgn obat perontok rambut krn yg menjadi tujuan adl diperoleh kebersihan.
Al-Imam Ahmad rahimahullahu ketika dita tentang boleh tdk menggunakan gunting utk menghilangkan rambut kemaluan beliau menjawab “Aku berharap hal itu dibolehkan.” Namun ketika dita apakah boleh mencabut beliau balik berta “Apakah ada orang yg kuat menanggung sakitnya?”
Abu Bakar ibnul ‘Arabi rahimahullahu berkata “Rambut kemaluan ini merupakan rambut yg lbh utama utk dihilangkan krn tebal banyak dan kotoran bisa melekat padanya. Beda hal dgn rambut ketiak.”
Waktu yg disenangi utk melakukan istihdad adl sesuai kebutuhan dgn melihat panjang pendek rambut yg ada di kemaluan tersebut. Kalau sudah panjang tentu harus segera dipotong/dicukur.
Pendapat yg masyhur dari jumhur ulama menyatakan yg dicukur adl rambut yg tumbuh di sekitar zakar laki2 dan kemaluan wanita.
Adapun rambut yg tumbuh di sekitar dubur terjadi perselisihan pendapat tentang boleh tdk mencukurnya. Ibnul ‘Arabi rahimahullahu mengatakan bahwa tdk disyariatkan mencukur demikian pula yg dikatakan Al-Fakihi dlm Syarhul ‘Umdah. Namun tdk ada dalil yg menjadi sandaran bagi mereka yg melarang mencukur rambut yg tumbuh di dubur ini. Adapun Abu Syamah berpendapat “Disunnahkan menghilangkan rambut dari qubul dan dubur. Bahkan menghilangkan rambut dari dubur lbh utama krn dikhawatirkan di rambut tersebut ada sesuatu dari kotoran yg menempel sehingga tdk dapat dihilangkan olehorang yg beristinja kecuali dgn air dan tdk dapat dihilangkan dgn istijmar .” Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullahu menguatkan pendapat Abu Syamah ini.
Mencukur rambut kemaluan ini tdk boleh bahkan haram dilakukan oleh orang lain terkecuali orang yg dibolehkan menyentuh dan memandang kemaluan seperti suami dan istri.

Sumber : http://blog.re.or.id

Label: ,

Bentuk Ketidakpastian

Bentuk Ketidakpastian

1. Ambiguity, yang terjadi karena suatu kata/istilah mempunyai makna ganda, misalnya kata “Apel” yang dapat berarti “Apel” buah atau “Apel” baris berbaris
2. Randomness, suatu ketidakpastian dikarenakan hal itu belum terjadi atau akan terjadi, misalnya cuaca esok hari yang belum dapat dipastikan secara mutlak
3. In-Completeness, ketidakpastian dikarenakan tidak lengkapnya informasi terhadap sesuatu, misalnya jarak pasti antara bumi dengan matahari
4. Imprecision, yang disebabkan keterbatasan alat dan metode untuk mengumpulkan informasi, misalnya mengukur berapa waktu pasti yang dibutuhkan bumi berotasi
5. Kekaburan Semantik, kekaburan yang disebabkan karena makna dari suatu kata/istilah yang tidak dapat didefinisikan secara tegas, misalnya cantik, tinggi

Label: ,

Ketidakpastian Dalam Sistem Berbasis Pengetahuan Yang Fuzzy

Ketidakpastian Dalam Sistem Berbasis Pengetahuan yang Fuzzy


• Fuzzy adalah kekaburan atau ketidakpastian
• Logika Fuzzy adalah teknik penalaran ketidakpastian
• Dalam Fuzzy kebenaran tidak lagi bersifat absolute 0 atau 1, melainkan himpunan nilai dari fungsi keanggotaan. Nilai berada di interval 0 hingga 1
• Fuzzy lebih baik dari Boolean karena tidak hanya bernilai mutlak 0 atau 1,
melainkan melihat nilai keanggotaan dari himpunan sehingga keputusan dinyatakan dalam sebuah himpunana nilai



Fuzzy atau kekaburan dikarenakan bentuk yang ada disekeliling kita

• Ambiguity, yang terjadi karena suatu kata/istilah mempunyai makna yang ganda,
misalnya “bisa” yang dapat berarti “dapat” atau “racun” dari ular berbisa
• Randomness, yaitu ketidakpastian mengenai sesuatu hal karena hal itu memang belum terjadi
atau akan terjadi. Misalnya mengenai keadaan cuaca esok hari yang hujan
atau tidak dan masa depan dari seseorang
• In-Completeness, ketidakjelasan akibat dari ketidaklengkapannya informasi yang ada terhadap sesuatu,
misalnya keadaan yang ada pada kehidupan ruang angkasa
• Imprecision, yang disebabkan oleh keterbatasan alat dan metode untuk mengumpulkan informasi.
Misalnya ketidaktepatan dari hasil pengukuran dalam fisika atom
• Kekaburan semantik, yaitu kekaburan yang disebabkan karena makna dari suatu kata/istilah
yang tidak dapat didefinisikan secara tegas, misalnya cantik, tinggi, dan sebagainya



Kekaburan yang akan di bahas dalam pembahasan ini adalah kekaburan semantik
Dengan menggunakan himpunan fungsi keanggotaan
Muda : umur < 35 tahun
Paruhbaya : 35 ≤ umur ≤ 55 tahun
Tua : umur > 55 tahun

Nilai keanggotaan secara grafis, himpunan muda, parobaya dan tua dapat dilihat pada Gambar
dibawah ini:









Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa :
• Apabila seseorang berusia 34 tahun, maka ia dikatakan muda (μmuda [34] = 1)
• Apabila seseorang berusia 35 tahun, maka ia dikatakan tidak muda (μmuda [35] = 0)
• Apabila seseorang berusia 35 tahun kurang 1 hari, maka ia dikatakan tidak muda (μmuda [35th
– 1 hr] = 0)
• Apabila seseorang berusia 35 tahun, maka ia dikatakan parobaya (μparobaya [35] = 0)
• Apabila seseorang berusia 34 tahun, maka ia dikatakan tidak parobaya (μparobaya [34] = 0)
• Apabila seseorang berusia 35 tahun kurang 1 hari, maka ia dikatakan tidak parobaya (μparobaya
[35th – 1 hr] = 0)

Label: , ,

Senin, 01 November 2010

Ejaan Baru

Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) adalah ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku sejak tahun 1972. Ejaan ini menggantikan ejaan sebelumnya, Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi.
Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama telah ditandatangani oleh Menteri Pelajaran Malaysia pada masa itu, Tun Hussien Onn dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Mashuri. Pernyataan bersama tersebut mengandung persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah disepakati oleh para ahli dari kedua negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan Yang Disempurnakan. Pada tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan Keputusan Presiden No. 57, Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan Latin (Rumi dalam istilah bahasa Melayu Malaysia) bagi bahasa Melayu dan bahasa Indonesia. Di Malaysia ejaan baru bersama ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi Bersama (ERB).
Selanjutnya Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarluaskan buku panduan pemakaian berjudul "Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan".
Pada tanggal 12 Oktober 1972, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, menerbitkan buku "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dengan penjelasan kaidah penggunaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya No. 0196/1975 memberlakukan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah".
Perbedaan-perbedaan antara EYD dan ejaan sebelumnya adalah:
• 'tj' menjadi 'c' : tjutji → cuci
• 'dj' menjadi 'j' : djarak → jarak
• 'oe' menjadi 'u' : oemoem -> umum
• 'j' menjadi 'y' : sajang → sayang
• 'nj' menjadi 'ny' : njamuk → nyamuk
• 'sj' menjadi 'sy' : sjarat → syarat
• 'ch' menjadi 'kh' : achir → akhir
• awalan 'di-' dan kata depan 'di' dibedakan penulisannya. Kata depan 'di' pada contoh "di rumah", "di sawah", penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara 'di-' pada dibeli, dimakan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.

Huruf-huruf di bawah ini, yang sebelumnya sudah terdapat dalam Ejaan Soewandi sebagai unsur pinjaman abjad asing, diresmikan pemakaiannya.

f maaf, fakir
v valuta, universitas
z zeni, lezat

Kata ulang ditulis penuh dengan huruf, tidak boleh digunakan angka 2.

anak-anak, berjalan-jalan, meloncat-loncat.

Sumber : 1. http://id.wikipedia.org/wiki/Ejaan_Yang_Disempurnakan
2. http://polisieyd.blogsome.com/dari-ejaan-van-ophuijsen-hingga-eyd